Film jam 17.20 yang jadi sasaran pertama ternyata luput, karena ketika sampai di depan loket, yang tersisa tinggal satu baris bangku terdepan. Kuurungkan niat memaksakan diri, dan akhirnya kubeli tiket utk jam 20.05, 2 Seat favorit kami di pinggir gang baris A yang ternyata masih kosong.
Antusiasme orang-orang terlihat bahkan sejak mulai menunggu untuk masuk ke gedung bioskopnya.Kami ada di baris terdepan diantara orang-orang yg antre menunggu seblum kami diperbolehkan masuk oleh mbak-mbak penyobek karcis.
Beberapa kali pintu dibuka, dan kami menunggu dengan antisipasi yg sangat tinggi, kapan akan dibolehkan masuk. Akhirnya jam 8pm lewat sekian, kami boleh masuk juga. Antrean di belakang kami udah kaya pasar malem, atau pasar pagi. Whatever..

Quickie Express mengisahkan tentang kisah tiga orang pemuda bernama Jojo (Tora Sudiro), Marle (Aming), dan Piktor (Lukman Sardi). Jojo, seorang pemuda kere, udah mencoba berbagai macam kerjaan mulai dari tukang tato sampai tukang tambal ban. Ketika suatu hari di tempat kerjanya (tukang tambal ban) dia bertemu dengan Om Mudakir, seorang 'pimp' kelas kakap, yg punya training center khusus utk para gigolo berkedok pengantar pizza, Quickie Express. Tertarik dgn tampang dan body macho Jojo, om Mudakir menawari Jojo utk menjadi gigolo. Di akademi gigolo Quickie Express ini Jojo bertemu dengan teman satu angkatannya, Marle, dan Piktor. Bertiga mereka belajar menjadi gigolo dengan baik dan benar. Mulai dari belajar alat reproduksi, sampai ke cara merayu seorang wanita.
Klien demi klien mereka dapatkan, sampai akhirnya bertemulah Jojo dengan Tante Mona (Ira Maya Sopha), seorang tante kaya kesepian. Masalah mulai timbul ketika Tante Mona ternyata jatuh cinta kepada Jojo, dan mengajaknya kawin lari ke luar negeri. Pada saat yang sama, Jojo sedang kasmaran dengan Lila (Sandra Dewi--yang kalo diperhatiin lama-lama mirip Dian Sastro), yang ternyata adalah anak dari Tante Mona, dan Jan Piter Gunarto (Rudy Wowor), bos preman.
Sebenarnya banyak hal yang disinggung oleh film ini. Tema besar dari film ini yang mengangkat kehidupan seorang gigolo saja sudah termasuk nyeleneh untuk ukuran orang Indonesia. Hal-hal seperti seks bebas, gigolo, pelacuran, narkoba, sampai ke adegan ciuman mesra di bibir dalam film selama ini termasuk yang agak tabu dibicarakan.
Kita biasanya suka membicarakan, tapi kita menjaga supaya orang lain tidak tahu kalau kita lagi membicarakan seks, atau malah lebih parah lagi, kita suka dan doyan ngomongin seks dan nonton bokep, tapi berpura-pura alim. Film ini seperti menemukan auranya di tengah kultur masyarakat yang seperti ini. Gigolo, adegan ciuman mesra, homoseksual, semua masih tergolong tema-tema baru yang menunggu untuk dibahas dan dibuka keluar oleh produk-produk budaya, dan film ini menjadi jembatan yang pas untuknya.
Keberanian sutradara (Dimas Jay) membahas tema-tema ini dalam balutan joke-joke yang segar, ditingkahi aktor-aktor yang terkenal kocak (aming dan tora), dan gadis-gadis cantik, akan menjadikan film ini termasuk sebagai salah satu film yang wajib tonton untuk memperkaya khasanah budaya dan wawasan pemikiran kita. Sehingga bisa menyegarkan pandangan kita yang selama ini butek oleh film-film horor dan cinta-cintaan remaja.